25-12-2011

"Gila"

Kosong, kosong dan kosong. Begitulah pandanganku, meski yang kulihat diluar begitu ramai tetap saja pandanganku kosong. Kenapa aku ada disini? Di tempat serba putih, sempit, tertutup dan beraroma bau yang tak aku sukai. Aku terduduk lesu di atas ranjang besi berkasur dengan sepray putih. Entah apa yang aku pikirkan? Aku seperti orang idiot yang tak tahu arah, tersesat didalam pikiranku sendiri, yang kuingat hanyalah sebuah nama yaitu Andi. Ya… nama itu yang sering aku ucapkan ketika aku merasa ketakutan, sehingga mataku basah seketika. “Andi…” kumenjerit sekencang – kencangnya. “Kreeekk…krekkk…” suara pintu yang perlahan terbuka yang membiarkan cahaya menerobos ruangan dan menyilaukan mataku. “Siapa kalian?” tanyaku pada wanita yang berseragam putih itu. Tetapi tak ada yang menjawab sama sekali, aku tetap bertanya, “Siapa kalian? Siapa kalian?” berulang – ulang aku bertanya tetapi tetap saja tak ada jawaban sehingga membuatku teriak ketakutan begitu histerisnya, “Pergi…” sembari melemparnya dengan barang – barang yang berada dekat denganku. Semakinku berteriak, mereka semakin mendekat. Mengikat kedua tangan dan kakiku. Mereka begitu kejam memasungku seperti ini, bukan itu saja, mereka menghujamkan jarum dilengan tanganku, aku mencoba berontak tetapi tubuhku semakin lemas tak berdaya. Mataku pun terasa berat, entah apa yang mereka masukkan kedalam tubuhku, air mata yang membasahi pipiku kini mulai mengering dan akhirnya aku kehilangan kesadaran. Tampak begitu gelap tanpa cahaya seperti tak ada kehidupan, “Tempat apa ini?” tanyaku. Tiba – tiba aku melihat cahaya terang, aku ikuti dan aku berada di suatu kehidupan yang sepertinya aku tahu itu. “Sayang, mau kemana kita?” Tanya Andi padaku. “Pulang aja ya, capek nih.” Jawabku. “Hmmm… nanti dong sayang, aku masih ingin bersamamu, hari ini aku ingin menghabiskan waktu hanya berdua denganmu. Mau ya sayang?” Bujuknya. “Ah… malas, pulang ajalah.” Kataku menolak ajakan Andi. “Please… please… mau ya?” Rayu Andi sembari menggenggam tanganku. “Nggak… kataku nggak ya nggak.” Bentakku pada Andi. Aku tetap menolak ajakan Anda meski dia bertekuk lutut dihadapanku, memasang muka memelas, tapi aku bersikokoh untuk pulang. Andi pun mengantarku pulang, disepanjang perjalanan kami berdua membisu tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut kami berdua, terasa canggung. Mungkin Andi marah denganku karena tak menghiraukan keinginannya. “Berhenti disini aja.” Kataku menghentikan laju motor Andi. Seketika Andi pun berhenti. “Kenapa disini?, masuk aja ya.” Ucapnya sambil membuka kaca helmnya. “Ya nggak apa – apa, kalau masukkan harus mutar dulu, ngerepotin jadi disini aja., biar aku jalan.” Jelasku. “Oh… ya udah, aku pulang.” Katanya. Aku masih berdiri di depan lorong gangku, menunggu sampai Andi menjauh. Tiba – tiba saja aku melihat motor yang dikendarai Andi yang melaju kencang bertabrakan dengan truk yang berlawanan arah. Aku melihat tubuh Andi terlempar 5m dari kendaraannya yang terhempas oleh truk. Kejadian itu tepat didepan mataku, dengan cepat aku menghampiri Andi yang penuh dengan luka dan darah, helmnya pun pecah. Aku mencoba membangunkannya, “Sayang bangun…” pintaku pada Andi. Aku tak dapat membendung air mataku lagi, aku terus mencoba membangunkannya, mengoyang – goyangkan tubuhnya tetapi tak ada respon sama sekali, aku hanya merasakan Andi menggenggam erat tanganku, tapi itu tak berlangsung lama, genggemannya semakin mengendur dan akhirnya Andi menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuanku. “Andi… Andi… Andi…” teriakku. Ketika aku teriak, aku tersontak terkejut, nafasku tak beraturan, kuberanjak dari tempat tidur, duduk di sudut ruangan, aku merasakan ketakutan yang dalam. Keesokkan harinya, pintu yang selama ini tertutup rapat kini terbuka lebar, aku melangkahkan kaki keluar, belum sempat ku berjalan jauh, tiba – tiba ada segerombolan orang mendekatiku, ada yang menjambak – jambak rambutku, ada yang menarik – narik lengan bahkan tubuhku, hingga aku terjatuh. Aku hanya bisa berteriak,”Andi…” seolah meminta tolong kepada orang yang memiliki nama itu. Tak lama dari itu orang – orang yang tadi berlaku kasar kepadaku pergi, menjauh dariku. Aku masih terlihat begitu ketakutan, aku berlari dan memeluk seseorang yang aku anggap itu Andi, tetapi rangkulan tangaku terlepas dan aku pun terjatuh. “Dasar gila !” Bentak orang itu

0 reacties:

Een reactie posten

"Gila"

Kosong, kosong dan kosong. Begitulah pandanganku, meski yang kulihat diluar begitu ramai tetap saja pandanganku kosong. Kenapa aku ada disini? Di tempat serba putih, sempit, tertutup dan beraroma bau yang tak aku sukai. Aku terduduk lesu di atas ranjang besi berkasur dengan sepray putih. Entah apa yang aku pikirkan? Aku seperti orang idiot yang tak tahu arah, tersesat didalam pikiranku sendiri, yang kuingat hanyalah sebuah nama yaitu Andi. Ya… nama itu yang sering aku ucapkan ketika aku merasa ketakutan, sehingga mataku basah seketika. “Andi…” kumenjerit sekencang – kencangnya. “Kreeekk…krekkk…” suara pintu yang perlahan terbuka yang membiarkan cahaya menerobos ruangan dan menyilaukan mataku. “Siapa kalian?” tanyaku pada wanita yang berseragam putih itu. Tetapi tak ada yang menjawab sama sekali, aku tetap bertanya, “Siapa kalian? Siapa kalian?” berulang – ulang aku bertanya tetapi tetap saja tak ada jawaban sehingga membuatku teriak ketakutan begitu histerisnya, “Pergi…” sembari melemparnya dengan barang – barang yang berada dekat denganku. Semakinku berteriak, mereka semakin mendekat. Mengikat kedua tangan dan kakiku. Mereka begitu kejam memasungku seperti ini, bukan itu saja, mereka menghujamkan jarum dilengan tanganku, aku mencoba berontak tetapi tubuhku semakin lemas tak berdaya. Mataku pun terasa berat, entah apa yang mereka masukkan kedalam tubuhku, air mata yang membasahi pipiku kini mulai mengering dan akhirnya aku kehilangan kesadaran. Tampak begitu gelap tanpa cahaya seperti tak ada kehidupan, “Tempat apa ini?” tanyaku. Tiba – tiba aku melihat cahaya terang, aku ikuti dan aku berada di suatu kehidupan yang sepertinya aku tahu itu. “Sayang, mau kemana kita?” Tanya Andi padaku. “Pulang aja ya, capek nih.” Jawabku. “Hmmm… nanti dong sayang, aku masih ingin bersamamu, hari ini aku ingin menghabiskan waktu hanya berdua denganmu. Mau ya sayang?” Bujuknya. “Ah… malas, pulang ajalah.” Kataku menolak ajakan Andi. “Please… please… mau ya?” Rayu Andi sembari menggenggam tanganku. “Nggak… kataku nggak ya nggak.” Bentakku pada Andi. Aku tetap menolak ajakan Anda meski dia bertekuk lutut dihadapanku, memasang muka memelas, tapi aku bersikokoh untuk pulang. Andi pun mengantarku pulang, disepanjang perjalanan kami berdua membisu tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut kami berdua, terasa canggung. Mungkin Andi marah denganku karena tak menghiraukan keinginannya. “Berhenti disini aja.” Kataku menghentikan laju motor Andi. Seketika Andi pun berhenti. “Kenapa disini?, masuk aja ya.” Ucapnya sambil membuka kaca helmnya. “Ya nggak apa – apa, kalau masukkan harus mutar dulu, ngerepotin jadi disini aja., biar aku jalan.” Jelasku. “Oh… ya udah, aku pulang.” Katanya. Aku masih berdiri di depan lorong gangku, menunggu sampai Andi menjauh. Tiba – tiba saja aku melihat motor yang dikendarai Andi yang melaju kencang bertabrakan dengan truk yang berlawanan arah. Aku melihat tubuh Andi terlempar 5m dari kendaraannya yang terhempas oleh truk. Kejadian itu tepat didepan mataku, dengan cepat aku menghampiri Andi yang penuh dengan luka dan darah, helmnya pun pecah. Aku mencoba membangunkannya, “Sayang bangun…” pintaku pada Andi. Aku tak dapat membendung air mataku lagi, aku terus mencoba membangunkannya, mengoyang – goyangkan tubuhnya tetapi tak ada respon sama sekali, aku hanya merasakan Andi menggenggam erat tanganku, tapi itu tak berlangsung lama, genggemannya semakin mengendur dan akhirnya Andi menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuanku. “Andi… Andi… Andi…” teriakku. Ketika aku teriak, aku tersontak terkejut, nafasku tak beraturan, kuberanjak dari tempat tidur, duduk di sudut ruangan, aku merasakan ketakutan yang dalam. Keesokkan harinya, pintu yang selama ini tertutup rapat kini terbuka lebar, aku melangkahkan kaki keluar, belum sempat ku berjalan jauh, tiba – tiba ada segerombolan orang mendekatiku, ada yang menjambak – jambak rambutku, ada yang menarik – narik lengan bahkan tubuhku, hingga aku terjatuh. Aku hanya bisa berteriak,”Andi…” seolah meminta tolong kepada orang yang memiliki nama itu. Tak lama dari itu orang – orang yang tadi berlaku kasar kepadaku pergi, menjauh dariku. Aku masih terlihat begitu ketakutan, aku berlari dan memeluk seseorang yang aku anggap itu Andi, tetapi rangkulan tangaku terlepas dan aku pun terjatuh. “Dasar gila !” Bentak orang itu

0 reacties:

Een reactie posten

Template by:

Free Blog Templates